Ekosistem mangrove merupakan suatu
sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan
timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk
hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air
laut, dan didominasi oleh spesies pohon dan semak yang khas dan mampu tumbuh
dalam perairan asin/payau. Pada dasarnya ekosistem mangrove termasuk ke dalam
lingkup ekosistem pantai, dikarenakan letak mangrove yang berada di perbatasan
antara laut dan darat. Ekosistem mangrove merupakan lingkungan yang memiliki
ciri khusus dimana dasar tanahnya digenangi oleh air laut yang mana salinitas
dan fluktuasi permukaan airnya dipengaruhi oleh pasang surut. Menurut Nybakken
(1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan
suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies
pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh
dalam perairan asin. Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus
terdapat semua jenis spesies mangrove. Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi,
mineralogi, efek neitektonik (Jenning and Bird, 1967 dalam Idawaty 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa
komposisi spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada
faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut,
ketersediaan air tawar dan tipe tanah.
Untuk bisa bertahan dan berkembang
menyebar di kondisi alam yang keras, jenis-jenis bakau sejati mempunyai cara
yang khas yaitu mekanisme reproduksi dengan buah yang disebut vivipar. Cara
berbiak vivipar adalah dengan menyiapkan bakal pohon (propagule) dari buah atau
bijinya sebelum lepas dari pohon induk. Mangrove menghasilkan buah yang
mengecambah, mengeluarkan akar sewaktu masih tergantung pada ranting pohon dan
berada jauh di atas permukaan air laut. Bijinya mengeluarkan tunas akar tunjang
sebagai kecambah sehingga pada waktu telah matang dan jatuh lepas dari tangkai
nanti, telah siap untuk tumbuh. Buah ini akan berkembang sampai tuntas, siap
dijatuhkan ke laut untuk dapat tumbuh menjadi pohon baru. Bakal pohon yang
jatuh dapat langsung menancap di tanah dan tumbuh atau terapung-apung terbawa
arus, sampai jauh dari tempat pohon induknya, mencari tempat yang lebih
dangkal. Setelah matang dan jatuh ke dalam air, bakal pohon bakau ini
terapung-apung sampai mencapai tepi yang dangkal. Pada saat menemukan tempat
dangkal, posisi bakal pohon menjadi tegak vertikal, kemudian menumbuhkan
akar-akar, cabang dan daun-daun pertamanya.
Mangrove dapat ditemukan di beberapa
taman nasional, seperti taman nasional Kutai Kalimantan Barat, Taman Nasional Kepulauan
Seribu, Taman Wisata Perairan Padaido Biak, Surabaya, BPPLHD Karawang, dan
masih banyak lagi. Walaupun lahan mangrove tidak begitu luas tetapi saat ini
pemerintah sedang mengupayakan pelestarian hutan mangrove, dikarenakan manfaat
hutan mangrove sebagai pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut,
habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur
iklim mikro. Akibat dari adanya pembangunan wilayah pesisir menyebabkan
terjadinya perubahan pada ekosistem mangrove. Ekosistem hutan mangrove
merupakan sumberdaya alami kaya akan fungsi dan manfaat, salah satunya sebagai
peredam dan pelindung dari gempuran gelombang yang timbul. Namun karena ulah
manusia yang berbuat kerusakan di muka bumi ini, hutan mangrove yang seharusnya
dapat diambil manfaatnya oleh manusia, berubah menjadi rusak. Baik itu
disebabkan eksploitasi hutan mangrove menjadi lahan komersial atau kerusakan
karena pencemaran, sehingga kelestariannya tidak terjaga lagi. Dampak ekologis
akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai
spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam
jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan
ekosistem pesisir umumnya. Kegiatan manusia baik sengaja maupun tidak sengaja
telah menimbulkan dampak terhadap ekosistem mangrove. Dampak dari aktivitas
manusia terhadap ekosistem mangrove menyebabkan luasan hutan mangrove turun
cukup mengkhawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia turun dari 5,21 juta
hektar antara tahun 1982-1987 menjadi 3,24 hektar dan makin menyusut menjadi
2,5 juta hektar pada tahun 1993 (Wigido 2000).
Oleh karena itu diperlukan
pengelolaan mangrove. Di Indonesia sendiri pengelolaan mangrove didasarkan pada
tiga tahapan utama, yaitu tahapan ekologi dan sosial ekonomi, kelembagaan dan
perangkat hukum, serta strategi dan pelaksanaan rencana. Pada tahapan ekologi
semua dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem mangrove haris diidentifikasi,
baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi. Di samping lembaga-lembaga
lain, Departemen Pertanian dan Kehutanan, serta Departemen Kelautan dan
Perikanan, merupakan lembaga yang sangat berkompeten dalam pengelolaan
mangrove. Koordinasi antar instansi yang terkait dengan pengelolaan mangrove
adalah mendesak untuk dilakukan saat ini. Dalam kerangka pengelolaan dan
pelestarian mangrove, terdapat dua konsep utama yang dapat diterapkan. Kedua
konsep tersebut pada dasarnya memberikan legitimasi dan pengertian bahwa
mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap
lestari. Kedua kosep tersebut adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi
hutan mangrove (Bengen, 2001). Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam
rangka perlindungan terhadap keberadaan hutan mangrove adalah dengan menunjuk
suatu kawasan hutan mangrove untuk dijadikan kawasan konservasi, dan sebagai
bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai. Saat ini dikembangkan
suatu pola pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove partisipatif yang
melibatkan masyarakat. Ide ini dikembangkan atas dasar pemikiranbahwa
masyarakat pesisir yang relatif miskin harus dilibatkan dalam pengelolaan mangrove
dengan cara diberdayakan, baik kemampuannya (ilmu) maupun ekonominya. Pola
pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove yang dikembangkan adalah pola partisipatif
meliputi : komponen yang diawasi, sosialisasi dan transparansi kebijakan, institusi
formal yang mengawasi, para pihak yang terlibat dalam pengawasan, mekanisme
pengawasan, serta insentif dan sanksi (Santoso, 2000).
Sumber:
http://www.freewebs.com/irwantomangrove/mangrove_kelola.pdf
http://kesematindonesia.wordpress.com/2009/05/13/ini-dia-daur-hidup-mangrove-dari-kecil-sampai-besar/
http://saryhauliah.blogspot.com/2012/01/kerusakan-ekosistem-mangrove-dan.html
Potensi Mangrove di Kalbar ..
BalasHapushttps://www.youtube.com/watch?v=g2fir4FBLp4