KERUSAKAN ALAMI
Kebakaran hutan mangrove yang
pernah terjadi di lahan Pesisir Timur Sembilang pada tahun 1980 – 1990an
berhubungan dengan pembukaan lahan yang luas ( untuk perkebunan dan
transmigrasi) dan oleh penduduk setempat. Sedangkan kebakaran yang terjadi pada
tahun 1997 disebabkan oleh kegiatan penebangan liar, nelayan dan pengembangan
kawasan transmigrasi ( Dennis et al, 2000).
Kerusakan yang ditimbulkan karena factor biologi adalah serangan
hama. Hama pada tanaman mangrove yang ditemukan di beberapa tempat secara
singkat dapay dijelaskan sebagai berikut :
·
Ulat ( Lepidoptera )
a.
Ulat kantong Acanthopsyche sp.
( Lepidoptera, psychidae) menyerang tanaman Bruguierai spp ( tancang) di
Cilacap, Rhizophora spp di Purwakarta dan Rhizophora mucronata di Pemalang.
Bagian tanaman yang diserang ulat kantong ini adalah bagian daunnya. Daging
daun merupakan bagian yang dimakan, urat- urat dan tulang daun tetap utuh.
Apabila sebagian besar daging daun habis dimakan, daun akan kering. Tanaman
muda yang sebagian besar daun- daun dan kuncup ujung diserang ulat berakibat
kematiannya.
b.
Ulat bulu (Lepidoptera)
menyerang tanaman Rhizophora spp di Pemalang, Brebes, Purwakarta. hama ini
hamper tiap tahun menyerang tanaman bakau muda yaitu ulat bulu dan sebangsa
ulat kantong. Ulat memakan daun sejak menetas sampai menjelang kepompong.
Tanaman bakau yang daunnya habis dimakan ulat pada lahan kondisi mongering
umumnya mati. Meningkatnya populasi ulat diperkirakan karena langka predator.
Usaha penanggulangan pada daun bakau yang diserang dengan menggunakan tangan
dan dikeprak, namun karena populasinya tinggi dicoba dengan insektisida yang
sangat terbatas dan diatur pelaksanaannya disesuaikan dengan tata waktu
kegiatan empang parit.
c.
Ulat pucuk tunas Capua endoeypa
( Lepidoptera) menyerang tanaman Rhizopara mucronata di Bali. Ulat yang
merupakan larva didalam tunas bibit dan memakan tunas tersebut sebelum daun
terbuka. Meskipun bibit tidak akan mati, tetapi akan terhenti atau menjadi
lambat pertumbuhan sehingga akan menurun kualitasnya. Adanya serangan ini
ditandai oleh adanya telur maupun lubang- lubang kecil pada pucuk tunas bibit.
Pengendaliannya dengan cara membuka tunas yang ditandai adanya lubang- lubang
kecil, kemudian ulat diambil dan dibunuh.
d.
Ulat daun Dasyehira sp,memakan
daun semai Avicenmia marma di Bali. Ulat dapat diatasi dengan memasang jaring
plastik diatas bedeng, setelah jaring dibuka, sebaiknya segera diperiksa dan
bila dijumpai segera dibunuh. Bila terjadi kerusakan serius bisa disemprot
dengan insektisida atau dipindahkan ke bedeng pasang surut.
·
Kutu sisik chionapsis sp (
hemiptera, diaspididae)
Hama ini dilaporkan menyerang tanaman reboisasi dari
jenis Rhizhopora di Bali tahun 1995 dan kutu sisik berbentuk bulat telur
ujungnya membesar yang dilindungi oleh perisai yang lunak. Serangan kutu sisik
ini akan menyebabkan daun menguning dan
akhirnya kering. Cara mengendalikan kutu sisik dari hasil penelitian dengan
menggunakan fluorbac FC dengan bahan aktif bacilius turingiensisi dan asodrin 15 wsc, rata- rata serangan hama
menurun bahkan sebagian pohon tampak pulih dan berangsur- angsur sehat.
·
Belalang
Belalang sering menyerang tanaman mangrove dengan memakan
daunnya terutama yang masih muda. Penanganannya belalang diambil atau bila
jumlahnya banyak dengan menggunakan
insektisida. Namun penggunaan insektisida tidak dianjurkan.
·
Laba- laba
Laba-laba hidup/ bersarang pada tanaman bakau yang
kecil dan besar, bambu pancang penguat tanggul, pemakan diantara rekahan sawah
dan gulma serta gubug- gubug pantai. Hama laba- laba menyerang tanaman bakau
pada bulan kering, baik yang muda maupun tua. Pada tanaman muda laba-laba dapat
mematikan tanaman karena tajuk tanaman seluruhnya dibalut rapat oleh jaring
laba-laba. Tajuk yang terbungkus dalam waktu lama akan menyebabkan tanaman
bakau kering dan mati. Serangan akan lebih hebat jika lingkungan terbuka tanpa
tanaman lain. Usaha penanggulangan dengan cara membuikan tempat pemijahan laba-
laba berupa vegetasi pada galengan empang parit, bamboo perangkap sekitar
empang parit diikuti cara mekanis.
·
Ketam
Ketam (Sesarma spp) menyerang buah / benih Brugmera
gymnorrhriza dan Rhizophora spp di Cilacap. Hama ini menyerang pada benih bakau
yang masi segar karena mengandung protein karbohidrat ( zat gula). Untuk
mengurangi yaitu dengan menurunkan kadar gula benih disimpan selama 1 minggu
atau membuat pagar kecil sekitar benih dengan daun paku- pakuan atau
menggunakan bumbung bambu.
·
Mamalia
Mamalia termasuk hama yang dapat merusak tanaman
mangrove diantaranya kera, kerbau, sapi, dan kambing. Binatang ini akan memakan
daun yang masih muda hingga habis dan akhirnya tumbuhan mangrove akan mati.
Untuk menanggulangi hewan tersebut harus dihalau dan jangan dilepas untuk
merumput di dekat tanaman mangrove yang baru tanam.
KERUSAKAN AKIBAT AKTIVITS MANUSIA DALAM PEMBANGUNAN
Faktor utama penyebab kerusakan hutan bakau di Balikpapan adalah
bisnis kelapa sawit, industri pesisir, dan perumahan. Terhitung 20 ribu hektar
kawasan hutan bakau mengalami kerusakan. Sebagian besar dari hutan bakau yang
rusak tersebut telah berganti menjadi perkebunan kelapa sawit dan pabrik
pengelolaannya. Kasus pengrusakan hutan bakau di Balikpapan terus meningkat
setiap tahunnya. Sekitar 14 ribu hektar hutan bakau di Balikpapan Barat dan
Balikpapan Utara serta 6 ribu hektar hutan bakau di Balikpapan Timur mengalami
kerusakan. Wilayah Teluk Balikpapan yang merupakan lokasi deretan hutan bakau
di pesisir barat Balikpapan, banyak ditemui sampah plastik dan rokok yang
menyangkut di ranting ataupun mendangkalkan perairan teluk. Pengembangan
perkebunan kelapa sawit, industri pesisir terutama Kawasan Industri Kariangau
dan kompleks perumahan besar telah menebang bakau di tepi pantai dan pinggiran
sungai di teluk ini.Penebangan yang paling parah terjadi di wilayah Ulu teluk,
kawasan ini menjadi gersang akibat konversi lahan yang ekstensif untuk
perkebunan sawit dan pabrik pengolahannya. Kebijakan pemerintah untuk membabat
30% atau 6 hektar dari hutan bakau di wilayah Teluk Balikpapan mengakibatkan
kian terbukanya akses kawasan yang menjadi habitat satwa langka seperti
bekantan yang jumlahnya tinggal 400 ekor di Balikpapan. Konsekuensi dari
pembangunan Jembatan Pulau Balang yaitu kerusakan hutan dalam skala besar baik
secara langsung maupun tidak langsung, pembukaan akses ke hutan, kebakaran
lahan, pembangunan ilegal, perburuan hewan yang dilindungi dan pengembangan
industri yang tidak bisa dibatasi. Pembangunan jembatan tersebut juga
membuat hutan bakau di Teluk Balikpapan terisolasi dengan hutan sekunder yang
merupakan tempat bekantan mencari makan. Kasus tersebut telah terjadi di
Somber yang mengakibatkan bekantan mati keracunan akibat mengkonsumsi buah
rambai laut di hutan bakau secara berlebihan, sehingga hewan berhidung
panjang tersebut diprediksi akan punah pada tahun 2024. Pembangunan jembatan
tersebut juga mendapat kecaman internasional yang dibahas dalam Kongres
Primatologi Internasional di Jepang karena mengancam keberadaan bekantan. Apabila hutan bakau di Teluk Balikpapan habis dan rusak, maka Balikpapan akan
kehilangan keanekaragaman hayati yang masih hidup seperti bekantan, pesut
teluk, Gynacantha bartai (spesies capung baru), monyet, beragam ikan dan
burung serta berbagai jenis tumbuhan.
Kerusakan hutan mangrove di
Provinsi Gorontalo makin mengkhawatirkan. Dari total 17.204,84 hektare hutan
mangrov yang ada di garis pantai Gorontalo, sekitar 3.084,68 hektare yang
rusak. Kondisi kerusakannya pun terbilang serius karena rata-rata gundul.
Grafis MangroveKepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo, Ir.
Sutrisno, Ap. M,si kepada Gorontalo Post mengatakan, kerusakan mangrove
tentunya sangat membahayakan ekosistem sumber daya perikanan yang ada.
"Jelas ini harus dihentikan, kita harus selamatkan mangrove untuk
ekosistem sumber daya perikanan," terang Sutrisno, kemarin. Data kerusakan
mangrove yang menyebutkan, kerusakan terparah ada di kabupaten Pohuwato, yakni
mencapai 1.836,75 hektare hutan mangrov yang rusak. Rata-rata kerusakan
mangrove karena disengaja, sebab dialihfungsikan menjadi tambak oleh sejumlah
warga. "Lebih jelasnya tentang kerusakan itu bagian kehutanan. Kalau dimanfaatkan
untuk tambak, saya kira manfaatnya yang lebih besar adalah untuk ekosistem laut
dan sumber daya perikanan yang ada," tandas Sutrisno.
BEBAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove
adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan
ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan
ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya. Kegiatan manusia
baik sengaja maupun tidak sengaja telah menimbulkan dampak terhadap ekosistem
mangrove. Ekosistem mangrove di Pesisir Kota Batam secara kasat mata telah
mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyebab langsung maupun karena
faktor-faktor pemicu lainnya. Salah satu penyebab rusaknya ekosistem
mangrove di Pesisir Kota Batam adalah pencemaran air laut terutama karena ulah
manusia yang tanpa sadar lingkungan melakukan pembuangan limbah baik limbah
cair maupun limbah padat. Jika kita melihat Pantai Nongsa, sampah-sampah
tersebar pula di sepanjang pesisir pantai. Selain itu, yang tak kalah
membuat miris adalah beragam proyek pembangunan, alih fungsi lahan, maupun
penebangan kayu mangrove.
Tumpahan minyak bumi dan hasil- hasil olahannya dengan kapal laut
semakin meningkat. Kebocoran, tumpahan dan pembuangan bahan tersebut ke laut
sudah sering terjadi. Di berbagai tempat, jalur- jalur angkutan ini berbatasan
dengan kawasan mangrove (misalnya selat Malaka) dan kebocoran setra pembuangan
minyak dengan sengaja telah menunjukkan dampak negative yang nyata terhadap
mangrove. Efek kehadiran minyak di mangrove dapat dibedakan dalam dua kategori.
Kategori pertama adalah efek laut yang akut, segera terlihat dan berkaitan
dengan pelaburan oleh minyak pada permukaan tumbuhan ( pepagan, akar tunjang,
akar napas ) yang mempunyai fungsi dalam pertukaran udara. Dalam kondisi
pelaburan oleh minyak yang sangat kuat, tumbuhan mangrove dapat mati dalam
waktu 72 jam. Pengguguran daun dan kematian pohon- pohon mangrove di tempat
–tempat yang paling berpengaruh terjadi 4- 5 minggu. Kategori kedua berkaitan
dengan peracunan kronik dalam jangka panjang tumbuhan mangrove dan fauna yang
bersangkutan oleh komponen racun yang terkandung dalam minyak.
Kegiatan pertanian, agro-
industri, industry kimia dan rumah tangga menghasilkan limbah dalam jumlah yang
beraneka dan kemudian dibuang ke sungai atau pantai. Limbah cair terlarut atau
membentuk suspensi dalam air. Sebagian limbah cair ini berupa bahan anorganik
yang juga terdapat di alam, tetapi kehadiran dalam jumlah berlebihan dalam
lingkungan akuatik menyebabkan bahan itu tidak semuanya dapat didaur ulang
secara alami. Dalam banyak kasus, pestisida dan antibiotic juga kerap kali
digunakan, bahkan untuk pengolahan tambak tradisional.
Penambangan mineral mineral, telah
berkembang di kawasan pesisir. Penambangan dalam ekosistem mangrove
mengakibatkan kerusakan total, sedangkan penambangan di daerah sekitarnya dapat
menimbulkan berbagai macam efek yang merusak. Efek yang paling mencolok adalah
pengendapan bahan-bahan yang dibawa air permukaan ked an dalam mangrove.
Pengendapan yang berlebihan akan merusak mangrove karena terjadinya
penghambatan pertukaran air, hara dan udara dalam substrat dan air diatasnya.
Bila proses pertukaran ini tidak berlangsung, kematian mangrove akan terjadi dalam
waktu singkat. Terhentinyaa sebagian proses pertukaran menimbulkan tekanan pada
mangrove, yang terlihat pada penurunan produktifitas dan kemampuan. Selanjutnya
jaringan makanan yang berlandaskan pada adanya detritus di mangrove terganggu
pula dan secara keseluruhan dapat menurunkan pula produktivitas ikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar