Kamis, 29 Maret 2012

EKOSISTEM WILAYAH PESISIR

Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara pengaruh daratan dan samudra. Wilayah pesisir di Indonesia tergolong cukup luas karena kita memiliki garis pantai sekitar 81.000 km. Pesisir memberikan andil yang cukup besar bagi kehidupan manusia, karena secara turun temurun telah menjadi sumber protein yang subur. Perairan pantai yang dangkal dapat menyebabkan tingginya kandungan sedimen yang dibawa oleh ombak yang dapat mengaduk dasar perairan. Yang mana sedimen yang terendapkan banyak jenisnya, dan memberikan topografi pantai yang berbeda satu dengan yang lainnya. Daratan dekat pantai memberikan pengaruh yang cukup besar, diantaranya salinitas yang lebih rendah, tingginya tingkat sedimentasi yang berakibat berkurangnya daya tembus sinar matahari, serta bertambahnya rasio antara larva planktonik dan plankton dewasa.
            Secara teoritis, wilayah pantai dapat dibagi menjadi mintakat yang selalu terendam air dan mintakat pasut, yakni mintakat yang selalu mengalami pengeringan dan perendaman akibat pasang surut air laut. Dan yang banyak diketahui sifat ekologi dan sumberdaya hayatinya merupakan mintakat pasut. Sifat-sifat mintakat pasut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya selain pasang surut air laut juga dipengaruhi oleh suhu, yang mana suhu di wilayah ini lebih besar daripada suhu di bagian laut lainnya. Faktor lain yaitu cahaya. Sama seperti suhu, cahaya di mintakat pasut lebih besar daripada dibagian laut lainnya kecuali air permukaan laut bebas, dan hal ini memiliki pengaruh langsung terhadap sebaran tumbuhan-tumbuhan laut, karena tumbuhan-tumbuhan ini memerlukan cahaya matahari untuk fotosintesis. Beberapa ekosistem yang utama dan banyak diperbincangkan dan diteliti karena peranannya sebagai penopang pembangunan kelautan, baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu terumbu karang, mangrove, dan lamun.

Gambar1. Ekosistem Pesisir

            Rantai makanan merupakan proses pemindahan energi makanan dari sumbernya melalui hubungan makan-dimakan. Sumber energi biasanya berasal dari tumbuhan yang mampu mengubah zat anorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis. Hewan memakan tumbuh-tumbuhan untuk memperoleh zat organik. Yang kemudian hewan ini akan dimakan oleh hewan yang lebih besar dan seterusnya. Hewan terbesar yang tidak dimakan akhirnya akan mati dan terurai oleh bakteri menjadi zat anorganik kembali untuk dimanfaatkan oleh tumbuhan dan seterusnya. Di laut seperti halnya di darat, sumber energi berasal dari tumbuhan air yang dapat berfotosintesis. Sehingga faktor utama yang mempengaruhi fotosintesis adalah keberadaan cahaya, dan hanya tumbuhan hijau yang dapat mengubah energi ini menjadi sumber energi bagi hewan air. Oleh karena itu jumlah hewan yang hidup harus lebih sedikit dibandingkan jumlah tumbuhan hijau yang hidup, sehingga hewan-hewan dapat dapat bertumpu pada kelebihan energi yang dihasilkan dan tidak kelaparan. Rantai makanan ini menggambarkan kebutuhan makhluk hidup akan makanan untuk mempertahankan hidupnya, serta untuk mendapatkan makanan tersebut mereka harus mencarinya dan siap untuk dimangsa oleh yang lain dalam satu ekosistem.
            Rantai makanan di bagi dua berdasarkan sifat sumbernya, yaitu rantai makanan merambah atau merumput (grazing food chain) dan rantai makanan detritus (detritus food chain). Hampir 90% dari produksi tanaman termasuk ke dalam rantai makanan detritus. Kumpulan detritus berasal dari biomassa tumbuh-tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pola rantai makanan di tiga ekosistem wilayah pantai, yakni lamun, mangrove dan terumbu karang berbeda satu dengan yang lainnya.


Gambar2. Rantai makanan detritus

Rantai makanan di daerah pantai atau pesisir yang sangat berperan adalah rantai makanan detritus, sedangkan rantai makanan merumput merupakan rantai makanan yang lebih pendek jika dibandingkan dengan rantai makanan di samudra terbuka. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai rantai makanan wilayah pantai dapat dilihat di http://elsanurman.blogspot.com.




Sumber :
Romimohtarto,  Kasijan dan. Sri Juwana. 2007. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan: Jakarta.
Nybakken, James W. 1992. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis. Penerbit PT. Gramedia: Jakarta.
Effendi, Ecko. 2009. Keterkaitan Ekosistem di Wilayah Pesisir. http://perikananunila.wordpress.com/2009/08/01/keterkaitan/. Diakses pada tanggal 29 Maret 2012 pukul 21.04 WIB.              

Sabtu, 24 Maret 2012

sedimen mangrove


Mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki peranan yang sangat penting, bukan hanya bagi kehidupan manusia tetapi juga bagi hewan – hewan yang hidupnya bergantung di daerah kawasan mangrove. Karen banyaknya manfaat yang dapat di ambil dari mangrove, fungsi mangrove maupun hutan mangrove di bagi menjadi dua, yaitu fungsi ekologis dan ekonomis. Secara ekologis mangrove berfungsi sebagai tempat ikan mencari makan, tempat tinggal, tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat memijah. Dan manfaatnya bagi kehidupan manusia hutan mangrove berfungsi sebagai pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, pengatur iklim mikro dan sebagai penghadang terjangan ombak besar. Sedangkan fungsi ekonominya dapat diperoleh dengan memanfaatkan bagian – bagian dari tumbuhan mangrove. Seperti misalnya batang kayu mangrove dapat dgunakan sebagai kayu bakar, bahan baku keperluan rumah tangga maupun industri, selain itu juga buahnya dapat dijadikan tepung untuk bahan makanan. Juga sebagai daerah pariwisata.
Mangrove hanya dapat tinggal di daerah pantai yang selalu tergenang air laut yang pasang surut. Hutan mangrove merupakan vegetasi yang mampu tumbuh pada pantai yang terlindung. Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Sedangkan menurut Bengen (2004), hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang – surut pantai berlumpur. Lain halnya dengan Steenis, menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut. Menurut Hutabarat dan Evans (1986) mangrove adalah tumbuhan yang dapat membentuk daratan lumpur karena mangrove dapat bertahan dari salinitas yang tinggi dan tahan terhadap rendaman air. Susunan jenis dan kerapatan tegakan pada wilayah mangrove sangat dipengaruhi oleh susunan kondisi tanah. Pada umumnya tanah yang terdiri atas liat dan debu terdapat tegakan yang lebih rapat dibandingkan pada lahan yang konsentrasi liat dan debunya rendah (Wiaroatmodjo, 1994 dalam Alkaf, 2003). Dalam pertumbuhannya, mangrove memiliki beberapa faktor lingkungan penting yang harus diperhatikan diantaranya yaitu salinitas, temperatur, pH, musim, pasang surut air laut dan saluran air. Selain itu yang memberi pengaruh penting lainnya yaitu substrat atau sedimen. 
Sedimentsi merupakan proses terbentuknya endapan dari partikel – partikel yang terbawa oleh air, angin, es maupun gletser. Partikel sedimen ini biasanya merupakan material yang berasal dari hasil pelapukan batuan dan pengikisan permukaan bumi. Asal sedimen itu sendiri sebenarnya dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu sedimen Lithogenous (sedimen yang berasal dari daratan), sedimen Biogenous (sedimen yang berasal dari sisa rangka organisme hidup, terutama hewan yang memiliki cangkang karbonat dan kalium fosfat), sedimen Hydrogenous (sedimen yang berasal dari lautan yang terbentuk secara perlahan melalui penyerapan mineral ke dasar laut), dan sedimen Cosmogenous (yaitu sedimen yang berasal dari luar angkasa). Ukuran sedimen pun beragam dan mulai dari yang Boulders (yang berukuran > 256 mm) sampai yang berjenis Dissolved material (dengan ukuran partikel < 0,0005 mm). Sedangkan untuk jenis partikel yang terendapkan di kawasan hutan mangrove termasuk ke dalam jenis partikel Clay atau lempung yang memiliki ukuran partikel sebesar 0,0005 – 0,002 mm.
Dengan ukuran partikel yang sangat kecil, sedimen ini dapat diangkut dengan cara suspension yang pada umumnya memang terjadi pada sedimen yang sangat kecil ukurannya seperti lempung sehingga mampu diangkut oleh aliran air ataupun angin. Selain dengan cara suspension sedimen juga dapat diangkut dengan cara Bed load yaitu dengan cara menggelinding, menggeser atau mendorong sedimen satu dengan yang lainnya. Cara ini hanya terjadi pada jenis partikel sedimen yang relatif lebih besar seperti pasir, kerikil, dan bongkahan. Cara lainnya yaitu Saltation yang berarti meloncat. Biasanya terjadi pada sedimen yang berukuran sedang seperti pasir, dimana aliran fluida mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai dapat turun kembali ke dasar akibat adanya gaya gravitasi.  Ukuran partikel memiliki peranan penting dalam proses pengendapan atau sedimentasi. Hal ini dapat dilihat dari berat jenis pada partikel pembentuk sedimen, dimana berat jenis pada partikel yang lebih besar kurang bisa diangangkut oleh air sehingga akan diendapkan di dekat daratan, sedangkan partikel yang lebih kecil yang memiliki berat jenis lebih ringan akan diangkut oleh air sampai bertemu cekungan ataupun turun ke dasar akibat adanya gravitasi bumi dan membentuk endapan. Pengendapan partikel tidak hanya bergantung pada ukuran partikel tetapi juga terhadap arus. Partikel yang lebih besar mengendap lebih cepat daripada partikel yang lebih kecil dan arus yang kuat mempertahankan partikel dalam suspensi lebih lama daripada arus yang lemah. Oleh karena itu, substrat pada tempat yang arusnya kuat akan menjadi kasar (pasir atau kerikil), karena hanya partikel besar yang akan mengendap; sedang jika perairan yang tenang dan arus lemah, lumpur halus akan mengendap.
Estuari (muara sungai) adalah tempat hidup mangrove, dimana kebanyakan estuari dipenuhi oleh substrat berlumpur yang sering sekali sangat lunak. Substrat berlumpur ini berasal dari sedimen yang di bawa ke dalam estuari baik oleh air laut maupun air tawar. Pengangkutan partikel pasir yang lebih besar oleh angin ke dalam muara sungai sering kali penting artinya di beberapa daerah. Sedangkan air tawar, sungai dan kali mengangkut partikel lumpur dalam bentuk suspensi. Ketika partikel yang telah tersuspensi bercampur dengan air laut di muara sungai, kehadiran beberapa ion yang berasal dari air laut menyebabkan partikel partikel lumpur menggumpal, membentuk partikel yang lebih besar dan lebih berat serta mengendap membentuk dasar lumpur yang memiliki ciri tertentu. Peran partikel yang di bawa oleh air laut maupun air tawar terhadap pembentukan substrat lumpur tidaklah sama dari satu estuari ke estuari lainnya dan juga bergantung pada letak geografinya (Nybakken, 1992).
Hutan mangrove dapat menahan gelombang air laut yang tinggi karena memiliki sistem perakaran yang rumit. Akibat adanya hutan mangrove sebagai penghalang arus laut sehingga arus yang melewati hutan bakau merupaka arus lemah. Hal ini menyebabkan sedimen atau substrat ataupun bahan organik tertahan sehingga tidak dapat kembali ke laut dan yang terendapkan di kawasan ini merupakan sedimen halus. Menurut Nybakken (1992) gerakan air yang lambat menyebabkan partikel sedimen yang halus cenderung mengendap dan berkumpul di dasar. Proses ini dapat mengakibatkan terjadinya sirkulasi interstitial (yang merupakan pergantian atau pergerakan organisme yang hidup diantara butiran – butiran pasir) yang minimal dan banyaknya bakteri yang hidup. Tingginya bahan organik dan bakteri populasi bakteri di sedimen mengakibatkan besarnya kebutuhan oksigen di perairan interstitial. Ukuran partikel sedimen yang halus dapat menghambat pertukaran antara air interstitial dan kolom air di atasnya, sehingga oksigen akan cepat berkurang. Hal ini dapat dikatakan sebagai kondisi anoksik sehingga menekan mangrove untuk beradaptasi dengan memiliki akar yang dangkal atau pneumatofor agar dapat memperoleh oksigen. Walaupun memiliki pneumatofora, apabila jumlah pengendapan partikel sedimen berlebihan dapat menyebabkan tertimbunnya atau terkuburnya pneumatofora sehingga pada akhirnya dapat mematikan pohon mangrove. Walaupun dapat menimbulkan keadaan anoksik, pembentukan sedimen di kawasan hutan mangrove dapat mencegah terjadinya erosi pantai sehingga tidak akan ada penurunan garis pantai.
Keberadaan sedimen di kawasan hutan mangrove memiliki kandungan nutrien dan bahan organik yang cukup tinggi. Hal ini dibantu dengan bercampurnya sedimen yang berasal dari laut yang mengandung banyak mineral dengan serasah (daun mangrove) yang berguguran. Yang akan teruraikan menjadi bagian yang lebih kecil dan akan tersuspensi dan dikonsumsi oleh zooplankton. Sebagian besar massa detritus akan tertahan oleh akar mangrove dan terekomposisi sehingga mendorong akumulasi bahan organik pada sedimen hutan mangrove dan akan mempengaruhi kondisi tanah. Hasil dekomposisi inilah yang kemudian berubah menjadi bahan organik dan dapat menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap dan lebih stabil (Hardjowigeno, 1992). Pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh tekstur dan kandungan bahan organik sedimen, yaitu pada daerah yang ukuran partikel sedimennya lebih halus dan kandungan bahan organik lebih tinggi, pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrovenya lebih bagus.
Unsur – unsur hara yang berperan penting bagi organisme di daerah kawasan hutan mangrove yaitu nitrat (NO) dan fosfat (PO4), yang juga sebagai nutrien utama yang menentukan kestabilan pertumbuhan mangrove. Nitrat pada sedimen biasanya di bawa oleh air tawar yang berasal dari sungai, yang merupakan pemecahan nitrogen organik dan anorganik dalam tanah yang berasal dari dekomposisi bahan organik dengan bantuan mikroba. Menurut Carpenter dan Capone (1983) bahwa pada ekosistem mangrove, fikasasi nitrogen ditemukan terjadi pada sedimen meskipun hanya beberapa sentimeter pada bagian atas lapisan sedimen. Menurut Potts (1984) bahwa fikasasi nitrogen pada sedimen dengan vegetasi mangrove diatasnya lebih tinggi daripada sedimen tanpa tumbuhan yang ada di atasnya, hal ini karena perbedaan kandungan detritus yang ada dalam tanah.
Kandungan fosfor pada sedimen di kawasan hutan mangrove yang berasal dari laut biasanya terbentuk dari dekomposisi organisme laut yang sudah mati. Sedangkan sumber yang berasal dari daratan berasal dari endapar terestrial yang mengalami erosi ataupun dari pupuk pertanian yang di bawa oleh aliran sungai. Pada sedimen lempung seperti yang terdapat pada sedimen di kawasan hutan mangrove diserap oleh sedimen yang terhidrolisis. Peningkatan ortofosfat sebanding dengan peningkatan konsentrasi sedimen. Material-material yang tersuspensi juga dapat membawa fosfat yang terabsorbsi didalamnya ( Stednik, 1991).
Dalam jangka waktu jutaan tahun yang akan datang keberadaan mineral dalam sedimen akan memberikan manfaat yang besar. Salah satunya sebagai penyumbang energi seperti minyak dan gas alam. Selain itu sedimen mangrove juga apabila ditambang dapat membuat kualitas pasir menjadi bagus untuk bahan bangunan dan membuat jalan. Oleh karena itu dengan kita melestarikan keberadaan mangrove di pesisir pantai kita dapat mencegah terjadinya banjir besar, abrasi pantai ataupun tsunami. Walaupun keberadaan mangrove mempercepat pembentukan sedimen, tetapi mangrove dapat menghambat terjadinya abrasi pantai. Bila keberadaan mangrove dihilangkan maka abrasi pantai akan semakin besar, sehingga garis pantai akan semakin berkurang. Selain itu sedimen dari daratan yang di bawa oleh air sungai akan ikut terperangkap di sekitar akar mangrove dan tidak akan ikut kembali ke sungai. Karena apabila ikut terbawa kembali ke sungai dan terendapkan di hilir sungai maka akan terjadi peninggian dasar sungai dan menyebabkan banjir. Maka demi melindungi habitat manusia dan oranisme lain dan juga mencegah terjadinya bencana, maka sebaiknya kita harus melestarikan mangrove yang ada di pesisir. Sebaiknya dilakukan penghijauan kembali daerah pesisir dengan penanaman mangrove. Keberadaan tambak – tambak liar yang dapat merusak keberadaan mangrove diberikan tindakan tegas oleh pemerintah. Selain itu juga banyaknya aktivitas manusia yang dilakukan seperti pembuangan sampah cair yang dapat menurunkan oksigen terlarut akibat sampah – sampah cair ini mengalami dekomposisi anaerobik yang menghasilkan sulfida (H2S) dan amina (NH3). Sampah padat juga memberikan andil dalam perusakan mangrove. Hal ini terjadi karena sampah padat menumpuk di hutan mangrove maka akan terjadi kemungkinan terlapisnya pneumatofor yang mengakibatkan kematian pohon – pohon mangrove. Kewajiban menjaga kelestarian hutan mangrove tidak hanya milik masyarakat pesisir tetapi juga kita sebagai warga negara Indonesia serta mahasiswa yang sadar akan lingkungan dan sadar akan keselamatan hidup manusia di masa mendatang.

Rabu, 21 Maret 2012

Karbon Dioksida

Karbon dioksida merupakan senyawa kimia yang tersusun dari dua atom oksigen dan satu atom karbon, dengan rumus molekul CO2. Karbon dioksida memiliki dua ikatan rangkap dan berbentuk linier yang menyebabkan CO2 tidak mudah reaktif.
Sumber: http://t0.gstatic.com/
Karbon dioksida ini berupa gas tidak berwarna dan tidak berbau, yang keberadaannya di atmosfer cukup banyak (sekitar 300ppm) seiring banyaknya efek rumah kaca. Walaupun sering ditemukan dalam bentuk gas tetapi saat berada pada tekanan di atas 5,1 atm karbondioksida akan membentuk cairan karbon dioksida. Sedangkan pada suhu -78,51  CO2 akan tersublimasi menjadi es kering yang sering digunakan untuk zat pendingin yang relatif murah.
            Karbon dioksida dapat dihasilkan dalam berbagai cara, baik alami maupun buatan. Gas CO2 dapat dihasilkan dar pembakaran karbon, pembakaran batu kapur, pembakaran senyawa karbonat, hasil fermentasi, dan letusan gunung berapi. Ada juga yang dibuat dari hasil reaksi kimia antara asam sulfat dengan kalsium karbonat yang menghasilkan asam karbonat yang dapat terurai menjadi air dan CO2.
H2SO4 + CaCO3 → CaSO4 + H2CO3
H2CO3  CO2 + H2O                 k = 600
Karbon dioksida sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dalam melakukan fotosintesis. Dengan bantuan matahari dan klorofil, CO2 dan air akan menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan tumbuhan untuk menghasilkan energi.
12H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) +6O2 + 6H2O
Selain sebagai bahan utama proses fotosintesis, CO2 ­juga biasanya digunakan sebagai bahan untuk memadamkan api atau alat pemadam kebakaran dalam bentuk cairan di bawah tekanan. Karbon dioksida cair juga biasanya digunakan sebagai pelarut organik, sebagai bahan minuman ringan berkarbonat dan air soda. Dalam bidang makanan, CO2 ­dapat mengembangkan adonan roti.
             Gas CO2 berasal dari pembakaran sempurna bahan bakar minyak bumi, dan keberadaan kendaraan bermotor dan pabrik di bumi terus meningkat setiap tahunnya mengakibatkan peningkatan jumlah CO2 di atmosfer. Berlebihnya kadar CO2 di atmosfer dapat berpengaruh terhadap tingginya penyerapan sinar inframerah dari matahari oleh bumi. Dan penyerapan ini tidak dapat dikembalikan ke atmosfir akibat terhalang oleh lapisan CO2 di atmosfer sehingga suhu di bumi menjadi panas dan mengakibatkan terjadinya global warming.

Sumber: http://www.personal.psu.edu/
Kelebihan gas CO2 di udara juga menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia bila dihirup berlebihan. Apabila gas yang dihirup berkonsentrasi tinggi (sekitar 5%) maka semua hemoglobin dalam tubuh akan dipenuhi CO2 dan tidak mengangkut Oksigen, sehingga orang yang berada pada ruangan tertutup akan mengalami sesak nafas akibat pengumpulan kaabondioksida. Biasanya orang yang mengalami keracunan karbon dioksida akut akan disebut lembap hitam.
Selanjutnya mengenai keberadaan karbondioksida di laut kunjungi http://24ranny.blogspot.com/2012/03/karbon-di-laut.html

Sumber :
Anonim. 2009. Karbon Dioksida. http://www.chem-is-try.org. Diakses pada tanggal 19 Maret 2012 pukul 21.15 WIB.
Junaidi, Wawan. 2009. Sifat-sifat Karbon Dioksida. http://wawan-junaidi.blogspot.com. Diakses pada tanggal 19 Maret 2012 pukul 21.15 WIB.
Safryzal, Rhyno. 2006. Lebih Jauh Tentang Karbon Dioksida. http://jejaringkimia.blogspot.com. Diakses pada tanggal 19 Maret 2012 pukul 21.13 WIB.

Senin, 05 Maret 2012

Nekton

BAB II
ISI

2.1.   Pengertian Nekton
Nekton adalah kelompok organisme yang tinggal di dalam kolom air, baik di perairan tawar maupun laut. Kata “nekton" diberikan oleh Ernst Haeckel tahun 1890 yang berasal dari kata Yunani (Greek) yang artinya berenang. Ilmunya disebut Nektology. Dan Orang yang mendalami ilmunya disebut Nektologist.
Laut menyimpan begitu banyak sumber daya yang bisa dimanfaatkan lebih lanjut hingga menjadi nilai tambah bagi kehidupan kita. Termasuk hewan-hewan perenang di laut yang sudah lama menjadi perhatian manusia karena nilai ekonominya. Selain itu juga hewan – hewan di laut umumnya kayak akan zat – zat yang baik untuk kesehatan, seperti protein, kalsium, dan berbagai macam mineral lainnya. Kelompok hewan perenang ini kurang beraneka-ragam dibandingkan dengan dua kelompok lain, yakni plankton dan bentos. Nekton adalah hewan-hewan laut yang dapat bergerak sendiri ke sana ke mari seperti ikan bertulang rawan, ikan bertulang sejati, penyu, ular, dan mamalia laut yang kesemuannya termasuk Vertebrata. Sotong dan cumi-cumi yang termasuk Mollusca juga termasuk nekton. Tidak ada tumbuh-tumbuhan yang mampu berenang, jadi tidak ada tumbuhan yang tergolong ke dalam kelompok nekton.
Berbeda dengan plankton, nekton terdiri dari organisme yang mempunyai kemampuan  untuk bergerak sehingga mereka tidak bergantung pada arus laut yang kuat atau gerakan air yang disebabkan oleh angin. Mereka dapat bergerak di dalam air menurut kemauannya sendiri. Salah satu karateristik nekton adalah kemampuannya bergerak dengan cepat atau capability of fast motion. Nekton mempunyai panjang dari beberapa centimeters sampai 30 meter. Jadi dapat disimpulkan bahwa Nekton adalah hewan-hewan laut yang tidak bergantung pada arus laut atau gerakan angin sehingga dapat bergerak sendiri ke sana ke mari secara bebas seperti ikan-ikan laut, reptil laut, mamalia laut, cumi-cumi dan lain-lain.
Nekton umumnya memakan plankton. Nekton merupakan organisme laut yang sangat bermanfaat bagi manusia terutama untuk perbaikan gizi dan peningkatan ekonomi. Tumpukan bangkai nekton merupakan bahan dasar bagi terbentuknya mineral laut seperti gas dan minyak bumi setelah mengalami proses panjang dalam jangka waktu ribuan bahkan jutaan tahun.
            Secara umum Nekton memiliki beberapa sifat sebagai berikut :
·         Organisme yang dapat bergerak atau berenang dengan keinginan sendiri.
·         Organisme konsumer di daerah pelagic.
·          Aktif berenang
·          Umumnya invertebrate, namun vertebrata juga ada seperte pisces dan mamalia laut.
·         Memiliki masa hidup lebih panjang daripada plankton (invertebrata : 1 tahun, ikan : 5 – 10 tahun).
·         Migrasi biasanya berkaitan dengan siklus reproduksi, ikan tuna migrasi dari feeding ground ke breeding ground hingga sejauh ribuan kilometer.

2.2. Klasifikasi Nekton
Nekton di lautan terdiri dari berbagai ikan bertulang belakang seperti cucut dan pari serta sejumlah kecil mamalia seperti reptil dan burung laut. Invertebrata yang dapat digolongkan nekton hanyalah jenis moluska sepalopoda. Beberapa kelompok ikan yang berbeda dijumpai dalam golongan nekton. Pertama, ikan yang menghabiskan seluruh waktunya di daerah epipelagik. Ikan ini disebut holopipelagik mencangkup ikan-ikan hiu tertentu (cucut martil, hiu mackerel, cucut biru), kebanyakan ikan terbang, tuna, setuhuk, cucut gergaji, lemuru, ikan dayung, dan lain-lain. Ikan ini biasanya menghabiskan telur yang mengapung dan larva epipelagik. Jumlahnya sangat berlimpah di permukaan perairan tropik dan subtropik. 
Kelompok kedua ikan bahari dinamakan meroepipelagik. Ikan ini hanya menghabiskan sebagian dari hidupnya di daerah epipelagik. Kelompok ini lebih beragam dan mencakup ikan menghabiskan masa dewasanya di epipelagik tetapi mememijah di perairan pantai (Haring, geger, lintang jinak, dolphin) atau diperairan tawar (salem). Ada juga jenis lain yang memasuki daerah epipelagik hanya pada waktu-waktu tertentu. Seperti ikan-ikan perairan-dalam semacam ikan lentera yang bermigrasi ke permukaan pada malam hari untuk mencari makan. Kebanyakan ikan menghabiskan awal daur hidupnya di epipelagik , tetapi masa dewasanya di daerah lain. Bentuk juvenil memegang peranan tetap dalam fauna epipelagik, tetapi disebut meroplankton, karena kemampuannya geraknya terbatas. Kelompok terbesar kedua dari nekton bahari adalah mamalia laut.
Mamalia laut nekton mencangkup ikan paus (ordo Cetacea), anjing laut dan singa laut (ordo Pinnipeda). Terdapat juga mamalia bahari lain, seperti manatee dan duyung (ordo Sirenia), serta berang-berang (ordocarnivora). Tetapi hewan-hewan ini tidak pelagik karena mereka menghuni perairan pantai sepanjang waktu. Mereka juga tidak akan dibahas dalam bab ini.
Reptil nekton hampir semuanya merupakan penyu dan ular laut. Iguana bahari terdapat di kepulauan Galapagos, dan buaya air asin mendiami banyak daerah Kepulauan Indo-Pasifik.Tetapi hewan-hewan ini juga merupakan hewan litoral yang hanya sekali-kali pergi menjauhi daratan. Reptil bahari jauh lebih umum dan beragam dibandingkan sekarang. Pada waktu itu, plesiosaurus besar, iktiosaurus, dan mosasaurus menjelajahi lautan-lautan hangat.
Secara teknik, kebanyakan burung-burung laut tidaklah nektonik, karena mereka terbangdi atas laut lepas dan bukan menembusnya. Tetapi mereka juga termasuk dalam ekonomi perairan ini dapat di bahas di sini. Mungkin satu-satunya kelompok burung yang benar-benar nektonik adalah penguin yang tidak dapat terbang dan terdapat di bagian bumi selatan. Tetapi cormorant dan burung laut yang lain, menyelam untuk mencari makan dan menghabiskan banyak waktunya sebagai perenang.

Nekton,  sebagian besar terdiri dari tiga kelas :
  1. Vertebrata, bentuk kontribusi terbesar, hewan-hewan ini juga didukung oleh tulang atau tulang rawan.
Gambar 1. Contoh ikan bertulang rawan
Sumber: afiaja.blogspot.com
  1. Moluska, merupakan hewan seperti cumi-cumi dan kerang.
Gambar 2. Contoh Hewan Molusca
Sumber : mametdiamond.blogspot.com

  1. Crustacea, adalah hewan seperti lobster dan kepiting.
Gambar 3. Lobster
Sumber : deliskun.blogspot.com

Berdasarkan kelompok ikan yang berbeda dijumpai dalam kelompok nekton :
  1. Holoepipelagik
Holoepipelagik merupakan kelompok ikan yang menghabiskan seluruh waktunya di daerah epipelagik (0-200m). Kelompok ikan ini mencakup ikan-ikan hiu tertentu seperti cucut, martil, cucut biru, kebanyakan ikan terbang, tuna, setuhuk, cucut gergaji, lemuru, ikan dayung, dan lain-lain.
Karakteristik umum Nekton Holoepipelagik ini antara lain:
     Perenang yang efektif
     Mampu mendeteksi mangsa dan bernavigasi/migrasi
     Memiliki pewarnaan kriptik (countershading), yaitu permukaan dorsal berwarna gelap dan ventral berwarna terang; keculi ikan-ikan yang ada di terumbu karang.
Gambar 4. Profil Vertikal Daerah Bawah Permukaan Laut
Sumber: google.com
Setiap zona Epipelagic dicirikan oleh T (suhu) dan S (salinitas) yang berkaitan dengan lingkungan sirkulasi laut.

 01.jpg
Gambar 5. Contoh hewan Holoepipelagik
Sumber : vagabondish.com
  1. Meroepilagik
Meroepipelagik merupakan kelompok ikan yang menghabiskan sebagian waktu hidupnya di daerah mesopelagik(200-700/1000m).
Karakteristik umum dari jenis nekton Meroepipelagik ini antara lain:
     Umumnya berukuran < 15cm
     Memiliki gigi/rahang yang termodifikasi
     Bermulut besar
     Memiliki mata yang besar dan peka terhadap cahaya
Gambar 6. Profil Vertikal Daerah Bawah Permukaan Laut
Sumber : google.com

Kondisi lingkungan di daerah ini adalah kurangnya cahaya matahari. umumnya sumber makanan hewan mengandalkan pada produksi primer dari Zona Fotik. Ikan-ikan Mesopelagic jarang mencapai panjang 10 cm, dan banyak yang dilengkapi dengan gigi yang terbentuk baik, mulut besar, mata yang sangat sensitif, dan  photophores.

Meropelagik dapat dibagi lagi berdasarkan pola hidup masing-masing organisme, diantaranya :
v  Organisme yang menghabiskan sebagian waktu hidupnya di daerah epipelagik, kelopmok ini beragam dan mencakup ikan yang menghabiskan masa dewasanya di epipelagik tetapi memijah di daerah pantai. Contohnya : haring, geger lintang jinak, dolpin.
Gambar 7. Ikan herring
Sumber : dnr.state.md.us
v  Organisme yang hanya memasuki daerah epipelagik pada waktu-waktu tertentu, seperti ikan perairan-dalam semacam ikan lentera yang bermigrasi ke permukaan pada malam hari untuk mencari makan.
Gambar 6. Angler Fish
Sumber : kaskus.us
v  Organisme yang menghabiskan awal daur hidupnya di epipelagik, tetapi masa dewasanya di daerah lain. Contohnya : juvenile.
Gambar 5. Ikan Haring
Sumber : tripadvisor.co.uk

2.3. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Nekton
            Keanekaragaman hayati adalah suatu ukuran untuk mengetahui  keanekaragaman kehidupan yang berhubungan erat dengan jumlah suatu  komunitas (Kottelat at al., 1993). Ekosistem yang baik mempunyai ciri-ciri keanekaragaman jenis yang tinggi dan  penyebaran jenis individu yang hampir merata di setiap perairan. Perairan yang  tercemar pada umumnya kekayaan jenis relatif rendah dan di dominansi oleh jenis  tertentu (Krebs, 1972). Menurut Herteman (2003) mengatakan bahwa keanekaragaman hayati dapat dipilih menjadi 3 kelompok, yaitu:
1.      Keanekaragaman Ekosistem
Keanekaragaman ekosistem berhubungan dengan keanekaragaman habitat dan kesehatan komplek-komplek habitat yang berbeda-beda. Ekosistem perairan dibedakan menjadi ekosistem air laut dan ekosistem air tawar. Ekosistem yang baik mempunyai ciri-ciri keanekaragaman jenis yang tinggi dan  penyebaran jenis individu yang hampir merata di setiap perairan. Perairan yang tercemar pada umumnya kekayaan jenis relatif rendah dan di dominansi oleh jenis tertentu (Krebs, 1972).
2.      Keanekaragaman Spesies
Keanekaragaman spesies adalah konsep variabilitas ikan-ikan yang  hidup di perairan tawar, payau, dan laut, yang kemudian diukur dengan jumlah seluruh spesies. Keanekaragaman spesies terdiri atas dua komponen, yaitu jumlah spesies yang ada (umumnya mengarah ke kekayaan spesies) dan kelimpahan relatif spesies mengarah ke keseragaman (evenness atau equitability). Secara ekologi diasumsikan bahwa keanekaragaman spesies yang tinggi menunjukkan keseimbangan ekosistem yang lebih baik dan memiliki elastisitas terhadap berbagai bencana, seperti penyakit, predator, dan lainnya.  Sebaiknya keanekaragaman yang rendah (jumlah spesies sedikit) menunjukkan sistem yang stress atau sistem yang sedang mengalami kerusakan, misalnya bencana alam, polusi, dan lain-lain.
3.      Keanekaragaman Genetik

2.4. Adaptasi Lingkungan
            Dalam ilmu ekologi, adaptasi berarti suatu proses evolusi yang  menyebabkan organisme mampu hidup lebih baik dibawah kondisi lingkungan tertentu dan sifat genetik yang membuat organisme menjadi lebih mampu untuk bertahan hidup (McNaughton et al., 1973). Dan beberapa kondisi lingkungan yang perlu diperhatikan diantaranya:
1.      Laut merupakan daerah yang sangat besar
2.      Tidak ada substrat padat, sehingga hewan selalu melayang dalam medium yang transparan
3.      Keadaan tersuspensi nektonik yang kerapatan tubuh lebih besar dari air laut menyebabkan perkembangan adaptasi agar tetap terapung
Berbagai macam adaptasi nekton di laut tentunya setiap spesies akan berbeda tergantung spesies serta factor lingkungannya, berikut merupakan macam - macam adaptasi secara umum:
a.       Adaptasi Morfologi
Adaptasi morfologi merupakan proses penyesuaian diri makhluk hidup yang memperlihatkan perubahan bentuk dan struktur tubuh. Ciri adaptasi hewan air :
·         Tubuhnya berbentuk torpedo (stream line), hal ini dimaksudkan untuk meminimumkan hambatan bentuk dan turbulensi.
http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRHJ6JK4DBAAmE405y45zgLbgS-5zbXJ27bYtW6C1YYSuyKSkev
Gambar 6. Ikan tuna ekor kuning
Sumber: dimensionsguide.com

·         Pada ikan perenang cepat hampir semua tubuhnya yang biasanya menonjol menjadi tertekan sampai menjadi pipih yang dapat ditinggikan hanya bila dibutuhkan.
Gambar 7. Pengamatan seekor tuna dari tiga sisi memperlihatkanperlunyaadaptasi agar dapat bergerak cepat. (a) dilihat dari depan, (b) dilihat darisamping, (c) dilihat dari atas

·         Untuk mamalia laut, rambut menjadi lebih pendek atau tidak ada, sebab rambut lebih menghambat dari[ada kulit telanjang. Kelenjar susu rata dan alat genital jantan tidak menonjol kecuali jika sedang berfungsi.
·         Permukaan tubuh licin karena berlendir.
·         Anggota gerak tubuh berupa sirip. Hewan nektonik umumnya bergerak maju (berenang) dengan melakukan gerakan mengomabak dari tubuh atau sirip.
Gambar 8. Mekanisme renang pada ikan
·          Anjing laut bertelinga berenang dengan menggunakan sirip depannya sebagai dayung, sedangkan anjing laut tidak bertelinga menggunakan kaki belakang yang berselaput renang merentang secara vertikal seperti sirip ekor ganda pada ikan.
·         Ikan pari dan ikan mola-mola melakukan pergerakan mengombak pada sirip sebagai tenaga penggerak. Sedangkan tenaga penggerak pada vertebrata bahari yang bernapas di udara adalah dengan bergerak mendayung, baik yang dilakukan oleh tungkai depan, belakang atau keduanya.
Gambar 9. Ikan yang menggunakan sirip yang mengombak sebagai dayapenggerak. (a) ikan mola-mola, (b) ikan manta

·         Pada ikan terbang dengan sirip yang besar dapat lolos dari predatordenga cara mendorong dirinya keluar dari air dan meluncur dengan siripseperti sayap.

b.      Adaptasi Fisiologi
Adaptasi fisiologi merupakan proses penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungan sekitarnya yang memperhatikan perubahan sistem metabolisme dalam tubuhnya. Ciri adaptasi hewan air :
·         Dinding sel ikan laut lebih tebal dibandingkan dinding sel ikan tawar.
·         Ikan air laut banyak meminum air dan mengeluarkan sedikit urine dalam menyesuaikan tekanan osmosis, sedangkan pada ikan air tawar mengeluarkan banyak urine dan meminum sedikit air.
·         Kemampuan melayang dan bergerak dengan kecepatan tinggi dalam air. Kebanyakan ikan dapat mengatur jumlah gas dalam gelembung renangnya dan mengubah tingkat apungnya. Mamalia bahari, berang-berang, dan anjing laut menggunakan udara yang terperangkap pada lapisan bawah rambutnya yang lebat sebagai daya apung. Cumi-cumi mengatur daya apung netral dengan mengganti ion kimia berat dalam cairan tubuh dengan yang lebih ringan. Mekanisme lain untuk meningkatkan daya apung adalah dengan menyimpan lipida di dalam tubuh.
Gambar 10. Adaptasi daya apung ikan

c.       Adaptasi Tingkah laku
Adaptasi tingkah laku merupakan proses penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungannya dengan cara memperlihatkan tingkah laku. Ciri adaptasi hewan air :
·         Pengeluaran tinta pada cumi-cumi untuk penyelamatan diri.
Gambar 11. Cumi-cumi
Sumber : biologigonz.blogspot.com

·         Munculnya ikan paus ke permukaan air untuk menghirup O2 setiap 30 menit sekali.
http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTBMQmbwFARkdLO0Si0QsN070LQK6ye9sekx_9ZJTPUMsqxFZr5
Gambar 12. Ikan paus
Sumber : smart-pustaka.blogspot.com
·         Migrasi pada ikan salmon untuk melakukan reproduksi di daerah air tawar.

d.      Adaptasi Reproduksi
Reproduksi merupakan kemampuan individu menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya.Meskipun tidak semua individu mampu menghasilkan keturunan, namun setidaknya reproduksi berlangsung pada sebagian besar individu yang hidup di permukaan bumi ini.
Secara umum ikan dapat dibedakan atas dua jenis yaitu jantan dan betina (biseksual/dioecious) dimana sepanjang hidupnya memiliki jenis kelamin yang sama. Istilah lain untuk keadaan ini disebut gonokhoristik yang terdiri atas dua kelompok yaitu :
·         Kelompok yang tidak berdiferensiasi, artinya pada waktu juvenil, jaringan gonad belum dapat diidentifikasi apakah berkelamin jantan atau betina.
·         Kelompok yang berdiferensiasi, artinya sejak juvenil sudah tampak jenis kelaminnya apakah jantan atau betina.
Selain gonokhoristik, dikenal pula istilah hermafrodit yang artinya di dalam tubuh individu ditemukan dua jenis gonad (jantan dan betina).Bila kedua jenis gonad ini berkembang secara serentak dan mampu berfungsi, keduanya dapat matang bersamaan atau bergantian maka jenis hermafrodit ini disebut hermafrodit sinkroni.Contoh ikan yang bersifat seperti ini adalah Serranus cabrilla, Serranus subligerius dan Hepatus hepatus. Ikan yang termasuk golongan ini adalah Sparrus auratus dan Pagellus centrodontus. Bila pada awalnya berkelamin jantan namun semakin tua akan berubah kelamin menjadi betina maka disebut sebagai hermafrodit protandri. Sedangkan hermafrodit protogini adalah istilah untuk individu yang pada awalnya berkelamin betina, namun semakin tua akan berubah menjadi kelamin jantan seperti dijumpai pada ikan belut.
Perbedaan seksualitas pada ikan dapat dilihat dari ciri-ciri seksualnya.Ciri seksual pada ikan terbagi atas ciri seksual primer dan ciri seksual sekunder. Ciri seksual primer adalah alat/organ yang berhubungan dengan proses reproduksi secara langsung. Ciri tersebut meliputi testes dan salurannya pada ikan jantan serta ovarium dan salurannya pada ikan betina.Ciri seksual primer sering memerlukan pembedahan untuk melihat perbedaannya.Hal ini membuat ciri seksual sekunder lebih berguna dalam membedakan jantan dan betina meskipun kadangkala juga tidak memberikan hasil yang nyata.
                 Pada ikan-ikan epipelagik, tidak ada mekanisme khusus yang akan memisahkannya dari sesama jenisnya yang bentik atau yang hidup di perairan dangkal. Tetapi ikan-ikan bertulang keras holonektonik seperti tuna dan marlin memijahkan telur yang terapung dan mengalami perkembangan di perairan laut terbuka yang bersifat planktonik. Akibatnya ikan-ikan menghasilkan telur dalam jumlah yang sangat banyak untuk mengimbangi jumlah yang hilang akibat dimangsa predator. Lain halnya dengan hiu pelagik. Ikan-ikan ini menghasilkan beberapa telur atau embrio. Parin (1970) menyatakan bahwa cucut martil menghasilkan dua embrio sedangkan cucut biru lebih dari lima puluh empat. Jelas kalau bibit ini harus melewati perkembangannya sebagai plankton, kesempatannya untuk menghindari pemangsaan sangat kecil. Jadi hiu ini memperbesar kesempatan hidup bagi keturunannya dengan menahan telur dalam tubuh betina lebih lama sehingga ketika lahir atau menetas, ukurannya lebih besar dan lebih tahan terhadap predator yang potensial.
Tingkah laku reproduksi pada banyak hewan, termasuk ikan merupakan suatu siklus yang dapat dikatakan berkala dan teratur. Kegiatan reproduksi pada beberapa jenis ikan hanya terjadi sekali dalam hidupnya (big-bang spawner). Termasuk dalam golongan ini adalah ikan salmon (onchorhyncus), lamprey laut (Petromyzon marinus) dan sidat (Anguilla).