Rabu, 02 Oktober 2013

Ekosistem Mangrove


            Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon dan semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau. Pada dasarnya ekosistem mangrove termasuk ke dalam lingkup ekosistem pantai, dikarenakan letak mangrove yang berada di perbatasan antara laut dan darat. Ekosistem mangrove merupakan lingkungan yang memiliki ciri khusus dimana dasar tanahnya digenangi oleh air laut yang mana salinitas dan fluktuasi permukaan airnya dipengaruhi oleh pasang surut. Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies mangrove. Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neitektonik (Jenning and Bird, 1967 dalam Idawaty 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar dan tipe tanah.
            Untuk bisa bertahan dan berkembang menyebar di kondisi alam yang keras, jenis-jenis bakau sejati mempunyai cara yang khas yaitu mekanisme reproduksi dengan buah yang disebut vivipar. Cara berbiak vivipar adalah dengan menyiapkan bakal pohon (propagule) dari buah atau bijinya sebelum lepas dari pohon induk. Mangrove menghasilkan buah yang mengecambah, mengeluarkan akar sewaktu masih tergantung pada ranting pohon dan berada jauh di atas permukaan air laut. Bijinya mengeluarkan tunas akar tunjang sebagai kecambah sehingga pada waktu telah matang dan jatuh lepas dari tangkai nanti, telah siap untuk tumbuh. Buah ini akan berkembang sampai tuntas, siap dijatuhkan ke laut untuk dapat tumbuh menjadi pohon baru. Bakal pohon yang jatuh dapat langsung menancap di tanah dan tumbuh atau terapung-apung terbawa arus, sampai jauh dari tempat pohon induknya, mencari tempat yang lebih dangkal. Setelah matang dan jatuh ke dalam air, bakal pohon bakau ini terapung-apung sampai mencapai tepi yang dangkal. Pada saat menemukan tempat dangkal, posisi bakal pohon menjadi tegak vertikal, kemudian menumbuhkan akar-akar, cabang dan daun-daun pertamanya.  
            Mangrove dapat ditemukan di beberapa taman nasional, seperti taman nasional Kutai Kalimantan Barat, Taman Nasional Kepulauan Seribu, Taman Wisata Perairan Padaido Biak, Surabaya, BPPLHD Karawang, dan masih banyak lagi. Walaupun lahan mangrove tidak begitu luas tetapi saat ini pemerintah sedang mengupayakan pelestarian hutan mangrove, dikarenakan manfaat hutan mangrove sebagai pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Akibat dari adanya pembangunan wilayah pesisir menyebabkan terjadinya perubahan pada ekosistem mangrove. Ekosistem hutan mangrove merupakan sumberdaya alami kaya akan fungsi dan manfaat, salah satunya sebagai peredam dan pelindung dari gempuran gelombang yang timbul. Namun karena ulah manusia yang berbuat kerusakan di muka bumi ini, hutan mangrove yang seharusnya dapat diambil manfaatnya oleh manusia, berubah menjadi rusak. Baik itu disebabkan eksploitasi hutan mangrove menjadi lahan komersial atau kerusakan karena pencemaran, sehingga kelestariannya tidak terjaga lagi. Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya. Kegiatan manusia baik sengaja maupun tidak sengaja telah menimbulkan dampak terhadap ekosistem mangrove. Dampak dari aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove menyebabkan luasan hutan mangrove turun cukup mengkhawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia turun dari 5,21 juta hektar antara tahun 1982-1987 menjadi 3,24 hektar dan makin menyusut menjadi 2,5 juta hektar pada tahun 1993 (Wigido 2000).
            Oleh karena itu diperlukan pengelolaan mangrove. Di Indonesia sendiri pengelolaan mangrove didasarkan pada tiga tahapan utama, yaitu tahapan ekologi dan sosial ekonomi, kelembagaan dan perangkat hukum, serta strategi dan pelaksanaan rencana. Pada tahapan ekologi semua dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem mangrove haris diidentifikasi, baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi. Di samping lembaga-lembaga lain, Departemen Pertanian dan Kehutanan, serta Departemen Kelautan dan Perikanan, merupakan lembaga yang sangat berkompeten dalam pengelolaan mangrove. Koordinasi antar instansi yang terkait dengan pengelolaan mangrove adalah mendesak untuk dilakukan saat ini. Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian mangrove, terdapat dua konsep utama yang dapat diterapkan. Kedua konsep tersebut pada dasarnya memberikan legitimasi dan pengertian bahwa mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari. Kedua kosep tersebut adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove (Bengen, 2001). Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka perlindungan terhadap keberadaan hutan mangrove adalah dengan menunjuk suatu kawasan hutan mangrove untuk dijadikan kawasan konservasi, dan sebagai bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai. Saat ini dikembangkan suatu pola pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove partisipatif yang melibatkan masyarakat. Ide ini dikembangkan atas dasar pemikiranbahwa masyarakat pesisir yang relatif miskin harus dilibatkan dalam pengelolaan mangrove dengan cara diberdayakan, baik kemampuannya (ilmu) maupun ekonominya. Pola pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove yang dikembangkan adalah pola partisipatif meliputi : komponen yang diawasi, sosialisasi dan transparansi kebijakan, institusi formal yang mengawasi, para pihak yang terlibat dalam pengawasan, mekanisme pengawasan, serta insentif dan sanksi (Santoso, 2000).    


Sumber:
http://www.freewebs.com/irwantomangrove/mangrove_kelola.pdf
http://kesematindonesia.wordpress.com/2009/05/13/ini-dia-daur-hidup-mangrove-dari-kecil-sampai-besar/
http://saryhauliah.blogspot.com/2012/01/kerusakan-ekosistem-mangrove-dan.html

1 komentar:

  1. Potensi Mangrove di Kalbar ..
    https://www.youtube.com/watch?v=g2fir4FBLp4

    BalasHapus